Oleh : Al ustadz Gus Abdullah Murtadho
Verifikasi Pengetahuan
Setiap kali manusia selesai mencari dan berhasil mendapatkan ilmu maka harus ada proses verifikasi dan pembuktian sampai ia benar-benar keluar dari gelapnya keraguan dan kebimbangan menuju cahaya kebenaran dan hidayahnya yang terang benderang: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS Al Isra, 36).
Sungguh semuanya itu merupakan pertanggungjawaban yang berat dan amanah yang besar. Maka tidak boleh seseorang mengikuti perkara apa saja yang ia tidak memiliki pengetahuan tentang perkara tersebut atau menempatkan diri pada posisi ketidaktahuan dan ketidakjelasan. Seseorang tidak boleh mengambil posisi atau keputusan kecuali setelah mendapatkan ilmu, pengetahuan, kesadaran dan mengadakan penelitian.
Coba kita perhatikan bagaimana Allah SWT menekankan hakekat perkara ini. Ketika Allah SWT mengharamkan kekejian dan dosa-dosa besar, Allah swt mengharamkan pula suatu ucapan yang tanpa didasari ilmu seolah hal itu merupakan salah satu diantara perbuatan keji dan dosa besar tersebut bahkan digandengkan dengan kesyirikan yang notabene paling besarnya dan beratnya dosa. Allah swt berfirman :
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui" (QS AL A’raf, 33).
Sesungguhnya banyak sekali tersurat pada Nash-nash Alquran dan hadits-hadits bahwasannya Islam sangat perhatian sekali di dalam menyandarkan sesuatu terhadap bantuan ilmu dan pengetahuan, dan Islam juga mengangkat derajat dan martabat para ulama (ilmuwan). Ini merupakan sebuah isyarah bahwa ilmu itu merupakan satu-satunya jalan bagi manusia untuk dapat sampai kepada ma’rifatullah alias pengenalan terhadap Sang Pencipta swt. Ilmu juga merupakan satu-satunya jalan untuk dapat mendirikan peradaban yang lurus dan luhur, dan mengangkat nilai manusia sang pendiri peradaban.
Pemegang Alquranul karim dan kedudukan mereka.
Alquran menjelaskan bahwa para pemegang Alquran merupakan ahli ilmu, Allah swt berfirman :
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (QS Al Ankabut, 49).
Dan Rasulullah saw menjelaskan kedudukan pemegang Alquran, beliau bersabda “ sesungguhnya Allah memiliki keluarga dari golongan manusia, ahli quran adalah keluarga dan orang khususnya Allah swt”
Para pemegang Alquran sungguh telah diistimewakan para sahabat sebab mereka adalah sosok yang zuhudnya terhadap dunia, perhatiannya terhadap akherat, manfaatnya bagi manusia, kesungguhannya dalam berjihad di jalan Allah dan kesabarannya terhadap serangan para musuh paling besar diantara manusia. Berbagai peristiwa telah menceritakan hal ini kepada kita, diantaranya ketika perang yamamah sebagian sahabat berkata kepada salim maula abu hudzaifah “ wahai Salim kami takut jika kami dihabisi sebelum kamu! Lalu berkatalah salim “ pemegang Alquran yang paling buruk adalah aku jika kalian dihabisi sebelumku”.
Ibnu Mas’ud ra berpendapat bahwa pemegang Alquran itu wajib diistimewakan dari manusia lainnya di dalam kesungguhan , kezuhudan, ibadah dan ketawadhu’an mereka. Lantas ia berkata “ semestinya pemegang Alquran itu dikenal dengan ibadah malamnya ketika para manusia sedang tidur dan dengan puasa siang harinya ketika manusia tidak berpuasa, dan dengan kesedihannya ketika manusia sedang gembira dan dengan tangisannya ketika manusia tertawa dan dengan diamnya ketika manusia banyak bicara dan dengan kekhusyukannya ketika manusia takabbur.
Fudhail bin ‘iyadh ra berkata “ pemegang Alquran adalah pemegang panji islam, maka tidak layak mereka bermain dengan orang yang bermain-main, lalai bersama orang-orang lalai, banyak omong kosong bersama dengan orang yang banyak omong kosong sebagai pengagungan kepada haknya Alquran. Dan beliau juga berkata “ seharusnya pemegang Alquran itu tidak memiliki hajat terhadap siapapun dan tidak memiliki hajat kepada para khalifah selain mereka dan semestinya hajat-hajat para manusialah yang ditujukan kepadanya”.
Imam Nawawi ra berkata di kitab at Tibyan fii adaab hamalatil quran : “ termasuk adab pemegang Alquran ia harus senantiasa ada pada kondisi sempurna, karakter termulia, dan mengangkat dirinya dari seluruh larangan di dalam Alquran sebagai bentuk penghormatan kepada Alquran, dia terjaga dari pekerjaan yang hina, dia menjaga kemuliaan diri, menempatkan dirinya diatas segala kekuasaan dan menghindar dari ahli dunia, tawadhu’ terhadap para shalihin, orang yang baik, dan orang miskin, dia memiliki figur sebagai orang yang khusyuk, tenang dan berwibawa.
Telah datang dari sayyidina Umar bin khattab ra , beliau berkata “ wahai para qurra’ angkat kepala kalian, sungguh telah jelas jalan bagi kalian, dan berlombalah di dalam kebaikan, dan janganlah kalian menggantungkan hajat pada manusia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar