Sabtu, 08 Agustus 2015

BELAJAR ALQURAN DAN PERAN PENTINGNYA DI DALAM MEMBANGUN PERADABAN (bagian akhir)


Oleh : Al ustadz Gus Abdullah Murtadho

PERAN PEMEGANG ALQURAN 

Sesungguhnya peran pemegang Alquran di dalam pembangunan peradaban itu teraplikasikan pada perkara-perkara berikut ini.
1. Peduli terhadap kehidupan secara aktif , penuh kesungguhan dan kekuatan.
2. Beramal dengan kemampuan yang paling maksimal
3. Zuhud terhadap dunia dan cinta akherat
4. Berupaya sungguh-sungguh dalam penerjamahan Alquran kedalam realita kehidupan dan membiasakan diri di dalam pengamalannya
Dan ketika telah sempurna praktek dari seluruh unsur-unsur ini kemudian ditularkan kepada masyarakat melalui pendidikan ala rabbaniyyin (para ulama yang memiliki kebijaksanaan) yang memiliki ilmu dan mengajarkannya, maka kita akan mendapati peradaban yang luhur dan mulia ,  yang mampu mewujudkan nilai islam dan keagungan akhlaqnya dan dibangun diatas pondasi Alquran dzikir dan iman dan diliputi nilai-nilai keadilan, kemerdekaan, kasih sayang, persaudaraan, tolong menolong, tenggang rasa, ridha dan menghormati orang lain beserta seluruh nilai islam yang agung. Ketika itu terwujudlah masyarakat yang suci dan bersih dimana jiwa manusia didalamnya merasa nyaman , tentram , ridha, dan tenang dan hidup dibawah naungan bayang-bayang yang teduh dan tenang.

ILMU ADALAH POKOK PERADABAN.

Sungguh nikmat kehidupan kaum muslimin dan siapa saja yang ada disekitar mereka berkat buah peradaban yang diwujudkan oleh Islam yang luhur manakala dipenuhi para pemegang Alquran dari kalangan para murabby yang terus berupaya mendapatkan Alquran dengan sungguh-sungguh dan menerimanya dengan suka cita dan rindu kemudian mempraktekkan pendidikan serta pengajarannya kepada manusia dengan amanah dan ikhlas. Konon peradaban Islam Arab merupakan peradaban yang belum pernah ada tandingannya di dalam sejarah peradaban umat manusia dan belum pernah ada yang lebih maju dari mereka yang hidup di peradaban tersebut.
Ilmulah yang telah memajukan peradaban arab menuju alam yang baru dan menyeluruh. Dan layak disebutkan bahwasannya tidak didapati satu aspek dari aspek-aspek perkembangan peradaban kecuali jelas di mata manusia bahwa didalamnya terdapat jejak peradaban dan pengetahuan bangsa arab, dan pengaruh terbesarnya adalah agama islam yang memotori praktek ilmiyah di kehidupan. Sesungguhnya pengakuan bahwa Eropalah yang telah menemukan metode eksperimen adalah merupakan pengakuan palsu dan jauh dari kebenaran baik secara global maupun terperinci. Justru pemikiran islamlah yang mengatakan : lihat, pikirkan, kerjakan, bereksperimenlah hingga engkau mencapai keyakinan ilmiyah
Kita tidak boleh lupa bahwa masa perkembangan peradaban arab telah menjadi sesuatu yang istimewa berkat orisinalitas yang tinggi yang kemudian menjelma menjadi pembebas peradaban tersebut. Bangsa-bangsa lain yang datang untuk menjiplak ilmu mereka tersebut konon mengikuti jejak pendekatan hukum yang sama didalam pertumbuhan ilmu-ilmu dan transformasinya. Sayangnya hal tersebut diperselisihkan oleh para ilmuwan muslim. Padahal konon jalan pencarian ilmu dan pendalamannya ini tercatat hanya satu contoh saja didalam sejarah”.
Akhirnya, apabila kita ingin menapaki langkah yang pertama pada arah yang benar semisal membangun peradaban arab islam yang tinggi menjulang, dan kembali mengulang keluhuran peradaban kita yang masih segar dalam ingatan kita dengan penuh kerinduan, maka kita harus kembali kepada pembelajaran Alquran, pengajarannya , penghafalan, pemahaman dan tadabbur. Itu merupakan asas yang mana kita terbangun dan berangkat darinya. Oleh sebab itu marilah kita mengikuti jejak generasi rabbaniy terdahulu yang telah membangun kehidupannya di atas asas Alquran pemahamannya, prakteknya  pada peradaban mereka yang agung gemilang.

Belajar Alquran dan Peran Pentingnya di dalam Membangun Peradaban (bag.4)


 Oleh : Al ustadz Gus Abdullah Murtadho

Verifikasi Pengetahuan

Setiap kali manusia selesai mencari dan berhasil mendapatkan ilmu maka harus ada proses verifikasi dan pembuktian sampai ia benar-benar keluar dari gelapnya keraguan dan kebimbangan menuju cahaya kebenaran dan hidayahnya yang terang benderang: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS Al Isra, 36).

Sungguh semuanya itu merupakan pertanggungjawaban yang berat dan amanah yang besar. Maka tidak boleh seseorang mengikuti perkara apa saja yang ia tidak memiliki pengetahuan tentang perkara tersebut atau menempatkan diri pada posisi ketidaktahuan dan ketidakjelasan. Seseorang tidak boleh mengambil posisi atau keputusan kecuali setelah mendapatkan ilmu, pengetahuan, kesadaran dan mengadakan penelitian.

Coba kita perhatikan bagaimana Allah SWT menekankan hakekat perkara ini.  Ketika Allah SWT mengharamkan kekejian dan dosa-dosa besar, Allah swt mengharamkan pula suatu ucapan yang tanpa didasari ilmu seolah hal itu merupakan salah satu diantara perbuatan keji dan dosa besar tersebut bahkan digandengkan dengan kesyirikan yang notabene paling besarnya dan beratnya dosa. Allah swt berfirman :
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui" (QS AL A’raf, 33).

Sesungguhnya banyak sekali tersurat pada Nash-nash Alquran dan hadits-hadits bahwasannya Islam sangat perhatian sekali di dalam menyandarkan sesuatu terhadap bantuan ilmu dan pengetahuan, dan Islam juga mengangkat derajat dan martabat para ulama (ilmuwan). Ini merupakan sebuah isyarah bahwa ilmu itu merupakan satu-satunya jalan bagi manusia untuk dapat sampai kepada ma’rifatullah alias pengenalan terhadap Sang Pencipta swt. Ilmu juga merupakan satu-satunya jalan untuk dapat mendirikan peradaban yang lurus dan luhur, dan mengangkat nilai manusia sang pendiri peradaban.
Pemegang Alquranul karim dan kedudukan mereka.

Alquran menjelaskan bahwa para pemegang Alquran merupakan ahli ilmu, Allah swt berfirman :
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (QS Al Ankabut, 49).
Dan Rasulullah saw menjelaskan kedudukan pemegang Alquran, beliau bersabda “ sesungguhnya Allah memiliki keluarga dari golongan manusia, ahli quran adalah keluarga dan orang khususnya Allah swt”

Para pemegang Alquran sungguh telah diistimewakan para sahabat sebab mereka adalah sosok yang  zuhudnya terhadap dunia, perhatiannya terhadap akherat, manfaatnya bagi manusia, kesungguhannya dalam berjihad di jalan Allah dan kesabarannya terhadap serangan para musuh paling besar diantara manusia. Berbagai peristiwa telah menceritakan hal ini kepada kita, diantaranya ketika perang yamamah sebagian sahabat berkata kepada salim maula abu hudzaifah “ wahai Salim kami takut jika kami dihabisi sebelum kamu! Lalu berkatalah salim “ pemegang Alquran yang paling buruk adalah aku jika kalian dihabisi sebelumku”.

Ibnu Mas’ud ra berpendapat bahwa pemegang Alquran itu wajib diistimewakan dari manusia lainnya di dalam kesungguhan , kezuhudan, ibadah dan ketawadhu’an mereka. Lantas ia berkata “ semestinya pemegang Alquran itu dikenal dengan ibadah malamnya ketika para manusia sedang tidur dan dengan puasa siang harinya ketika manusia tidak berpuasa, dan dengan kesedihannya ketika manusia sedang gembira dan dengan tangisannya ketika manusia tertawa dan dengan diamnya ketika manusia banyak bicara dan dengan kekhusyukannya ketika manusia takabbur.

Fudhail bin ‘iyadh ra berkata “ pemegang Alquran adalah pemegang panji islam, maka tidak layak mereka bermain dengan orang yang bermain-main, lalai bersama orang-orang lalai, banyak omong kosong bersama dengan orang yang banyak omong kosong sebagai pengagungan kepada haknya Alquran. Dan beliau juga berkata “ seharusnya pemegang Alquran itu tidak memiliki hajat terhadap siapapun dan tidak memiliki hajat kepada para khalifah selain mereka dan semestinya hajat-hajat para manusialah yang ditujukan kepadanya”.

Imam Nawawi ra berkata di kitab at Tibyan fii adaab hamalatil quran : “ termasuk adab pemegang Alquran ia harus senantiasa ada pada kondisi sempurna, karakter termulia, dan mengangkat dirinya dari seluruh larangan di dalam Alquran sebagai bentuk penghormatan kepada Alquran, dia terjaga dari pekerjaan yang hina, dia menjaga kemuliaan diri, menempatkan dirinya diatas segala kekuasaan dan menghindar dari ahli dunia, tawadhu’ terhadap para shalihin, orang yang baik, dan orang miskin, dia memiliki figur sebagai orang yang khusyuk, tenang dan berwibawa.
Telah datang dari sayyidina Umar bin khattab ra , beliau berkata “ wahai para qurra’ angkat kepala kalian, sungguh telah jelas jalan bagi kalian, dan berlombalah di dalam kebaikan, dan janganlah kalian menggantungkan hajat pada manusia.”

Belajar Alquran dan Pentingnya di dalam Membangun Peradaban (bag.3)


Oleh : Al ustadz Gus Abdullah Murtadho

Ajakan Untuk Membaca

          Betapa menakjubkan peristiwa turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW di gua Hira’ ini, di mana tartil Alquran petama kalinya diawali dengan pengulangan kalimat “bacalah!..bacalah!..bacalah!..” –sampai dengan kalimat- yang telah mengajar dengan pena. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Wahyu pertama ini di dalamnya terdapat perintah membaca, peringatan akan ilmu, belajar dan mengajar, bahkan pena yang merupakan suatu alat untuk menulis. Seakan mengatakan dengan lantang :  “ooooh…. betapa baik dan agungnya seseorang yang belajar agar keluar dari gelapnya kebodohan menuju cahaya ilmu sehingga ia keluar dari keragu-raguan yang muncul dari penyelewengan dan kesesatan lalu ia melesat menuju cahaya-cahaya haqiqi yang terang benderang dan sinar pengetahuan yang membuka cakrawala dan menyadarkan hati
“(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (QS Ibrahim, 1).

Jika  kita memikirkan sejenak ayat-ayat dari surat Al ‘Alaq tadi dan kisah turunnya yang menduduki posisi sebagai syiar akan bersambungnya kembali hubungan langit dengan bumi setelah beberapa masa vakum dari risalah samawiyah dan para Rasul, maka kita akan mendapati ayat-ayat ini dengan jelas mengajak manusia kepada aktifitas membaca dan keharusan menuntut ilmu sebab ayat-ayat dan peristiwa tersebut menyiratkan suatu pandangan bahwasannya ilmu adalah perantara yang prinsipil untuk mengetahui Sang Pencipta, pondasi kebangkitan masyarakat dan penopang berdirinya peradaban yang adigung adiluhur.

         Tersirat pula di dalamnya bahwa upaya mendapatkan ilmu itu membutuhkan ketabahan, pembiasaan, kesabaran, ketaatan terhadap guru dan memiliki komitmen dengan ucapan gurunya. Dan sungguh Rasulullah SAW telah menjadi tauladan di dalam hal tersebut ketika beliau merespon wahyu tersebut dan melaksanakan segala yang telah sampai pada beliau tanpa keraguan dan penundaan.

Tindakan malaikat Jibril mengajari Alquran kepada Rasulullah SAW pertama kalinya dengan memeluk Beliau SAW dengan kuat, lalu kemudian melepaskannya lagi dan terus demikian sampai berulang tiga kali, padahal pada setiap pelukannya Rasulullah saw merasa beliau akan mati akibat rasa sakit yang begitu kuat dari pelukan dan himpitan malaikat Jibril yang luarbiasa kuatnya, ini memiliki tujuan agar Baginda Rasulullah SAW mengetahui kadar dan nilai ilmu dan juga menunjukkan hikmah bahwa proses menimba ilmu dan menerima pengajaran itu wajib dilakukan dengan kesadaran penuh dan perhatian yang sempurna. Ayat-ayat Alquranul karim ini mengajak seluruh kaum muslimin untuk belajar dan mengajarkan serta mendorong mereka untuk membaca menerima ilmu dan mengambil faidah darinya. Maka  Nabi Muhammad SAW pun menjadi obyek khithab dari ayat : “dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" (QS Thaha, 114).
Dan umat Beliau SAW juga menjadi obyek khithab ayat “"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya “ (QS Ali Imran, 79).

        Dan pelaksanaan anjuran belajar dan mencari ilmu itu adalah dengan menggunakan akal , penginderaan, dan seluruh potensi yang ada, Allah SWT berfirman :
 “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS An Nahl, 78).

Selasa, 04 Agustus 2015

Belajar Alquran dan Peran Pentingnya di dalam  Membangun Peradaban (bag.2)



Oleh : Al ustadz Gus Abdullah Murtadho

Belajar dan mengajar Alquran al karim.

“ Yang terbaik diantara kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya “
Kalau kita hayati , melalui kalimat ini sejak dulu kala Rasulullah saw telah menekankan akan pentingnya belajar dan mengajarkan Alquran. Beliau menunjukkan tingginya nilai aktifitas pengajaran Alquran tersebut bahkan mengajak untuk memperluas wilayah pembelajaran dan pengajaran Alquran agar dapat menjangkau seluruh manusia dimanapun dia berada dan di zaman apapun dia hidup.
Siapakah pengajar Alquran yang pertama kali ?
Sesungguhnya pengajar Alquran yang pertama kali adalah Allah SWT sebagaimana firman-Nya di dalam surat ar Rahman ayat 1- 4 :
(1). (Tuhan) Yang Maha Pemurah. (2).  Yang telah mengajarkan al Quran. (3).Dia menciptakan manusia. (4).  Mengajarnya penjelasan
Allah swt lah yang mengajarkan Alquran , menurunkannya , kemudian memilih umat mana yang akan membaca kitab-Nya dan mempelajarinya. Ini merupakan anugerah yang agung dan nikmat yang sempurna. Allah memuliakan umat tersebut lantas mengizinkan mereka mempelajari dan membaca kalam suci-Nya kapan saja mereka mau. Ini adalah nikmat tiada tara. Kalam Allah yang luhur lagi suci ini keluar melewati mulut kita, mengalir diatas lisan kita dan melintasi hati kita, sebab setiap kali kita memahami dan mentadabburinya maka artinya saat itu pula kita melintaskannya melalui hati kita.
Jika kita hayati lagi lebih mendalam, kita akan menemukan makna yang demikian : “apabila Allah swt sendiri yang mengajarkan Alquran maka artinya manusia adalah pelajar, mutalaqqy alias akseptor yang menerima ilmu secara langsung dari Tuhannya”.
 Pendidikan rabbaniy ini telah dijelaskan didalam beberapa surat. Dan konon yang pertama kali menerimanya adalah Nabiyullah Adam AS sebagai manusia pertama dan yang pertama kali menghuni dan mengolah bumi.  , Allah swt berfirman    
 “ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya “
Demikian pula seluruh para Nabi AS, mereka menerima ilmu dari Allah SWT melalui metode pewahyuan lalu mereka sampaikan kepada umat manusia. Ini artinya konon mereka belajar terlebih dahulu, baru kemudian mengajarkan apa yang telah dipelajari kepada umatnya. Lantas para Nabi AS mengajarkan kebaikan kepada manusia dan mengajak mereka kepada hidayah.
Adapun tentang bagaimana Allah telah memilih para Nabi dan mengajarkan ilmu kepada mereka, Alquranul karim telah menjelaskan kepada kita, diantaranya Allah swt berfirman :
“ Allah berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lauh-lauh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya “ (QS al A’raf, 144 – 145 ).
Ayat ini menjelaskan bagaimana Sayyidina Musa AS diajari dan diperintah mengambil Alkitab dengan segenap kesungguhan lalu mengajarkannya kepada kaumnya dan memberi mereka petunjuk kepada kebaikan. Maka Nabi Musa AS awalnya adalah seorang pelajar (muta’allim) dan kemudian Beliau AS menjadi pengajar (mu’allim).
Dan mengenai Nabi Yahya AS Allah swt berfiman “ Hai Yahya, ambillah Alkitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh “ ( QS Maryam, 12 ).
  Kalimat “ambilah alkitab itu dengan sungguh-sungguh” tersebut menyiratkan makna belajar, mengajar berpegang teguh terhadap hukum-hukum dan ketetapan-ketetapan dalam aqidah dan iman sebagaimana pula dikuatkannya anjuran memiliki tabiat yang mulia dan melaksanakan segala kewajiban serta tanggungjawab.
Dan begitu pula firman Allah ta’ala :
“Dan Kami berikan Zabur kepada Daud “ ( QS an Nisa : 163 ) .
Pada bagian lain diterangkan bahwa Allah swt telah mengajari nabi Daud as membuat zirah besi sebagai pelindung dari bahaya pada hari peperangan , lantas Allah swt berfirman :
 “Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)” (QS al Anbiya : 80).

Ayat ini mengisyaratkan kepada kita akan pentingnya menerjemahkan ilmu nadzariy  yang ada didalam Alquran kedalam penelitian , percobaan dan penemuan untuk kemudian ditransformasikan kedalam realita kehidupan manusia. Ayat ini juga mendorong kita terus melatih dan menjadikan terjemahan ilmu nadzariy tersebut menjadi praktek riil demi peningkatan kualitas hidup dan peradaban. Maka seorang muslim yang memegang teguh dan terus bersandar kepada petunjuk yang berasal dari Alquran adalah seorang sosok aktivis kehidupan yang bersifat konstruktif dan positif didalam masyarakat , figur yang unggul dalam produksi dan ikhlas didalam aktivitas serta amaliyahnya. Setelah ia bersungguh-sungguh mempelajari memahami dan menimba ilmu aqidah, fiqih, hukum-hukum syariat dan akhlaq, dia tidak berhenti hanya sampai disini, akan tetapi dia terus menerus tanpa henti mempelajari ilmu-ilmu dan penemuan-penemuan apa saja dari Alquran yang bermanfaat bagi muslimin.
Tentang Nabi Isa as Allah SWT berfirman :
“ Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil “. (QS Ali Imron, 48).
Dan pada khithabNya terhadap Sayyiduna Muhammad SAW, Allah Berfirman :  
“Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu” (QS Annisa, 113).
Allah swt juga berfirman :
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS Assyura, 52).

Dari ayat ini kita dapat melihat bagaimana Allah swt menampakkan kesan manis dengan menggunakan susunan yang terindah di dalam Alquran akan nikmat turunnya wahyu berupa kitab agung yang tidak memiliki satu kesalahanpun baik di depannya maupun di belakangnya disaat Rasulullah SAW melewati beberapa saat dari umurnya tanpa mengetahui apa itu Alkitab dan apa itu iman.
Dan Allah swt berfirman :
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)” (QS Al Ankabut, 48).

Belajar Alquran dan Peran Pentingnya di dalam  Membangun Peradaban (bag.1)



Oleh : Al ustadz Gus Abdullah Murtadho
*wakil ketua madrasah diniyah PIQ Singosari , cucu pengasuh PIQ KH.M. Bashori Alwi
*alumnus Rubath 'Alawiyyah , Hadromaut - Yaman


            Awal turunnya Alquran pada hati Rasulullah saw di gua Hira’ merupakan titik balik yang memisahkan dua era yang benar–benar berbeda dan bertolak belakang , yaitu era jahiliyah dengan segala kegelapav n dari kebodohan, kemunduran, kedzalimannya, bahkan tidak dianggap di dalam peradaban umat manusia dan era iman dengan segala ilmu pengetahuan, kemajuan di berbagai bidang dan aspek kehidupan, akhlaq yang mulia dan tercatat sebagai peradaban yang paling gemilang sepanjang masa dan bernilai tinggi.

Konon semua itu merupakan konsekwensi dan hasil yang didapatkan dari kesadaran dan perhatian penuh terhadap Alquran berikut totalitas dalam pengambilan petunjuk darinya. Dan demi meraih semua itu -tidak bisa tidak- haruslah didahului dengan praktek pengajaran dan pembelajaran Alquran terlebih dahulu yang mana pengajaran dan pembelajaran Alquran ini  memiliki beberapa tahap :

1. Penyampaian bacaan Alquran ( pengenalan huruf, cara baca, tajwid , waqaf dan ibtida’ ) sebagaimana ia diturunkan.
2. Penghafalan , pemahaman dan pentadabburan
3. Pengamalan dan praktek hasil pemahaman dan tadabburnya
4. Penerjemahan Alquran kedalam realita kehidupan

        Walhasil realita sejarah telah membuktikan bahwa peran belajar dan mengajar Alquran ini mampu membangun peradaban dan menyelamatkan umat manusia dari jurang system jahiliyah berikut pola pikir dan pengaruhnya lalu ia bangkit melesat menuju puncak peradaban dimana semua itu diproses dengan tahapan tarbawiy yang harmonis, halus dan manis dan jauh dari perubahan  secara tiba-tiba dan frontal yang disharmonis dan jauh dari kata indah.

“ ironisnya anak-anak kita sebagai generasi muda islam yang kita harapkan mampu membawa islam kembali ke kejayaannya, pembelajaran Alquran mereka terputus hanya di tahap pertama saja, alias bisa membaca Alquran saja sudah dianggap cukup oleh para orang tua “